Langsung ke konten utama

PUISI PATIDUSA

 


Angkot

Oleh: Sriwati


Angkot

Membawamu beranjak

Ke tempat tujuan

Untuk kau mengais rezeki.


Hujan

Badai, petir

Angkot setia mengantar

Penumpang yang naik berjejal.


Supir

Dengan setia

Mengarahkan laju gerakmu

Agar jalannya tidak timpang.


Kadang

Berhenti sembarangan

Membuat gerutuan insani

Yang tak paham lajumu.


Kini

Kupaham juga

Sifat aslimu itu

Yang mengikuti suara penumpang.


Cipanas Lebak, 15 Februari 2021



Komentar

  1. Kereen puisinya... sy msh blm faham ttg puisi petidusa.. mantaap..

    BalasHapus
  2. Keren patidisanya,Bu.
    Angkot, oh angkot
    Membawa penumpang.
    Hehe

    BalasHapus
  3. Patidusa dengan tema yang angkot, sesuatu yang zaman sekarang mungkin hampir terlupakan

    BalasHapus
  4. Angkot kendaraan setiaku sejak SMEA ...

    BalasHapus
  5. Mengenang kembali masa yang telah lalu. Ber-angkot ria. Salam bunda.

    BalasHapus
  6. Eringat masa di bogor kala tahun 2002-2004..kota seribu angkot. Keren bu

    BalasHapus

  7. Syukurlah masih ada angkot
    Yang setia menunggu
    Dalam hujan
    Terlindungi.

    BalasHapus
  8. Masih belum ngerti konsep puisi patidusa, harus ketemu dan ngobrol langsung biar kecipratan ilmunya

    BalasHapus
  9. Angkot
    Jasamu berbobot
    Walau saling srobot
    Membantu penumpang yang repot

    BalasHapus
  10. Mengikuti suara hati para penumpang.
    Kerennn bait terakhirnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Dua Zaman

 # Pentigraf # Senin Menulis Cinta Dua Zaman      Matahari mengintip di balik celah jendela kamarku. Saat tiba-tiba bunyi telpon nyaring di meja kecil sudut kamar. Segera aku raih Handphone itu, timbul penasaran siapa yang menelpon. Ternyata Ayahku yang menelpon. Apa gerangan yang membuat Ayah menelpon sepagi ini. Sepertinya ada hal yang sangat penting. Ternyata Ayah menyuruhku pulang minggu depan. Aku katakan tidak bisa, karena minggu depan siswaku ujian lisan. Aku tinggal di perumahan salah Satu Pesantren Modern. Tapi Ayah tidak menerima alasan apapun. Terpaksa aku harus meminta izin pada pemilik Pesantren, agar bisa pulang  ke Sukabumi.      Bulan sabit menerangi malam remang-remang saat aku memasuki rumah dengan letih. Ayah dan Ibu nampak tersenyum senang menyambut kedatanganku. Tapi ada yang membuat aku bingung, kenapa saudara Ayah dan Ibu ada di rumah. " Nak, syukurlah kamu sudah datang. Pasti kamu lapar, lebih baik kamu makan dulu dan bersi...

Keunikan Kolecer

# Minggu menulis # Tema 'K'   Keunikan Kolecer       Saat ini   di Cipanas Lebak cuaca sedang tidak stabil. Kadang hujan lalu besoknya panas. Sedangkan angin bertiup sangat kencang. Seperti tadi malam, hujan dan angin sangat kencang. Halilintar juga sangat keras menggelegar.  Saat membuka gorden, saya melihat jemuran baju mau roboh. Saya tidak berani ke luar rumah hanya memperhatikannya saja, lewat jendela kaca. Tiba-tiba suara kolecer (baling bambu) sangat kencang, karena tertiup angin yang kencang. Semakin angin kencang, kolecer berputar dan mengeluarkan suara  yang merdu.  Suara kolecer yang merdu bisa menakuti hewan pengganggu seperti burung. Petani biasanya menempatkan kolecer di sawah bersama bebegig (orang-orangan sawah). Untuk melindungi padi dari hewan pengganggu seperti burung. Tapi masyarakat di sini menempatkan kolecer di atas pohon besar yang tinggi. Bahkan mereka sengaja menempatkan bambu yang besar dan panjang untuk menempatkan...

Mengejar Mimpi Jadi Juara

                    Mengejar Mimpi Jadi Juara      Rasanya tak ada yang tak mungkin untuk kita mengejar mimpi. Walau itu sulit sekali pun, tentu kita bisa berusaha. Untuk mencapainya dengan kerja keras, dan usaha yang maksimal.      Seperti yang  saya lakukan dan beberapa orang guru. Membimbing Retno murid saya untuk mengikuti "Lomba Bercerita Bahasa Indonesia" tingkat SLTP se-Kabupaten Lebak.      Hal itu bukan beban yang harus ditanggung. Tapi kewajiban yang harus dijalankan untuk keberhasilan sekolah kami tentunya. Saat Kepala Sekolah saya, Drs. Haryanto, M, M. Pd. Memberitahukan ada lombà itu. Saya merasa senang juga kawatir.     Saya hanya berusaha membimbing Retno dengan baik dibantu oleh ka Aip. Kemudian alhamdulilah dibantu juga ka Tendi dan Bu Endah. Jika saya melihat kepala sekolah yang sangat semangat.     Timbul juga semangat saya untuk membimbing dengan gi...