Tema ' Delapan-delapan/ 88'
Mengenang Saat Jadi Mahasiswa Pascasarjana
Saat waktu yang sudah berlalu kita ingat kembali, ada perasaan rindu saat mengenangnya. Seperti yang saya alami tahun 2018 lalu. Saat jadi Mahasiswa Pascasarjana di UNINDRA PGRI.
Hanya pada hari sabtu kami mengikuti mata kuliah yang dibimbing boleh beberapa Profesor. Usia bukanlah halangan untuk menyalurkan ilmu yang bermanfaat. Karena, usia mereka hampir di atas 70 tahun. Tapi, banyak juga dosen yang masih muda.
Pengalaman yang berharga saat Profesor Apsanti yang usianya sudah 85 tahun. Tidak mau dipapah saat menaiki tangga darurat, karena lip sedang diperbaiki. Beliau mau jalan sendiri biar sehat, dan merasa masih kuat.
Beliau yang sangat awas dan teliti saat mengoreksi tugas analisis cerpen. Berkata, "kita harus menyalurkan ilmu kita terus. Dengan begitu ilmu akan terus menerangi hidup kita. Seperti saya yang belum pikun karena ilmu saya yang menjaga dan menerangi saya".
Saya sempat terpaku dengan ucapan beliau. Luar biasa, saya sangat mengagumi beliau. Memang betul hal itu dapat dibuktikan saat beliau menjelaskan mata kuliah dengan cermat, hal itu membuktikan bahwa ilmu menjadi penerang dalam hidup. Semoga Profesor Apsanti selalu sehat, aamiin.
Selain Profesor Apsanti, ada Profesor saya yang paling sepuh. Profesor Muhajir usianya sudah 88 tahun, masih terbayang saat beliau menjelaskan diftong pada vokal. Saat mengajar di kelas beliau walau sudah sepuh sangat mahir menggunakan laptop.
Selama delapan jam, saya mengikuti pelajaran di kelas. Hanya istirahat satu kali saat zuhur. Biasanya saya gunakan untuk solat dan makan siang.
Rasa lelah dan kantuk, biasanya saya tahan untuk mengikuti mata kulian. Wajar saja dari pukul dua dini hari saya sudah siap-siap berangkat kuliah ke Jakarta.
Awal saya mengikuti mata kuliah selama delapan jam, terasa sangat berat. Tetapi seiring berjalannya waktu, hal itu ternyata berubah jadi menyenangkan. Karena, saya juga memiliki banyak teman dari berbagai daerah.
Saya memiliki pengalaman baru, bangun saat orang lain masih bermimpi. Mengejar kereta pagi di stasiun Bogor. Menaiki jembatan penyebrangan sambil menggendong tas ransel yang berat oleh buku.
Suasana kereta yang penuh oleh penumpang, bahkan berdesak-desakan. Tanpa takut tertular penyakit yang mematikan. Tapi kini, semua itu menjadi kenangan indah yang tak dapat dilupakan.
Kini semuanya tidak bebas, seperti tercekik oleh virus corona yang banyak merenggut nyawa manusia. Hingga gerak manusia terus dipersempit. Semoga cobaan ini cepat berlalu, hingga tidak ada batas untuk ruang gerak kita. Aamiin.
Betapa banyak kesusahan karena penyerangan virus corona ini. Semoga memang cepat berlalu dengan lebih cepat.
BalasHapusAamiin, terima kasih Pak Rizky
HapusAamiin.. Semoga ya bu.. Pandemi segera berlalu.
BalasHapusIya Bu
Hapus
BalasHapusBanyak cerita kita ketika berburu ilmu, berangkat saat gelap, pulang pun sudah gelap. Luar biasa pokoknya..
Iya Ambu pengalaman kita itu😃😃😃
HapusSemoga corona cepat berlalu. Aminn
BalasHapusBetul Omet
HapusWow profesor-profesor luar biasa. Semoga tetap bisa menularkan ilmunya. Bahagianya bisa mendapatkan ilmu dari mereka.
BalasHapusPasti rindu ya. Waktu rasanya terus berlalu. Teman itu datang dan pergi silih berganti. Aku malah ingat teman yg mau menghadap profesor nunggu aku sampai 2 jam karena gak berani sendiri. Kenapa takut? Aku tanya. Eh jawabnya gak berani menatap matanya.
BalasHapusNaik kereta bogor memang kenangan yg tak terlupa 🤣gencatan dorongan terjadi tetapi tetap jadi rebutan untuk menaikinya waktu jaman mahasiswa🤣
BalasHapusSemoga pandemi ini segera berakhir..
BalasHapusPengalaman belajar yang menginspirasi Bu.
BalasHapusSemoga doa terkabul. Perjuangan metaih ilmu yang mengesankan. Mabruk alfa mabruk kawankuuuh
BalasHapusSaya juga alumnus Unindrara, Bu. Tahun 2018 juga. Saya jurusan IPA. Wajar nggak ketemu.
BalasHapus